Wednesday, December 21, 2011

Tips selamat dari Riya

Di dalam AL Qur’an surat Albaqoroh ayat 264. amal perbuatan yang dilakukan dengan riya itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah/debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah batu itu bersih dari tanah/debu.

Sabda nabi “ sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku bukan syirik menyembah batu, pohon, matahari. Tetapi yang aku takutkan atas umatku adalah mereka riya dalam amal mereka”

Dari dua dalil di atas menunjukkan bahwa betapa bahayanya riya. Karena amal yang dilakukan dengan riya itu tidak akan mendapat balasan apa-apa, amal menjadi percuma, sia-sia karena amal yang disangkanya akan memberi keuntungan di akhirat itu ternyata hilang tanpa bekas, bagai batu licin berdebu yang terkena hujan lebat sehingga hujan deras itu dengan sendirinya akan membersihkan debu yang menempel di atasnya.

Perdefinisi riya adalah menginginkan pujian dari manusia dengan melakukan ketaatan kepada Allah. Contohnya sedekah yang seharusnya hanya ditujukan untuk beribadah kepada Allah semata. Ada yang menggunakan sarana ini untuk mengambil simpati dari manusia, ada kalanya orang bersedekah supaya ia dipilih ketika pemilihan lurah. Ada kalanya orang bersedekah supaya ia dianggap dermawan. Contoh lainnya adalah haji. Sudah berapa saja orang naik haji untuk mencari status sosial atau menambah gengsi.

Mengapa orang cenderung beramal dengan riya? Imam Ghozali menyatakan bahwa penyebab riya adalah adanya keinginan untuk mencari simpati dari orang lain. Nah sekarang bagaimana agar kita aman dari riya atau amal kita selamat? Imam Ghozali menjelaskan bahwa :

1. Orang yang meninggalkan taat karena taku riya adalah temannya setan.

2. Beramal dengan riya yang menjadi motivasinya seperti sedekah supaya orang simpati nanti kalau ada pemilihan takmir biar ia yang dipilih misalnya. Maka beramal model demikian adalah termasuk maksiat kepada Allah swt.

3. Beramal dengan 50% lillah – 50% ada keinginan riya. Maka amal yang demikian adalah boleh dengan catatan sembari berusaha memerangi gejala-gejala riya itu.

4. Kalau awalnya ikhlas, di tengah amal ada muncul riya, maka teruslah melakukan. Beramal jangan menunggu kalau sudah benar-benar ikhlas.

5. Beramal akan bertambah baik atau bertambah khusyuk ketika dilihat manusia, seperti ketika salat sunah di masjid yang banyak jamaahnya, bertambah khusyuk sebab banyak orang yang melihatnya, maka tetap lakukan. Yang demikian tidak masalah, bahkan dianggap baik bila dilakukan.

6. Beramal yang dipamerkan dengan motivasi supaya orang yang melihat tertarik untuk mengikutinya. Dengan catatan tetap menjaga keikhlasannya, maka yang demikian adalah dianjurkan.

7. Menceritakan amal baik kepada orang lain yang meskipun itu bertujuan memotivsi orang lain supaya beramal, sebaiknya hati-hati karena berkata-kata itu mempunyai potensi untuk menambah-nambahi atau sebaliknya. Jadi meskipun boleh namun kalau ada jalan lain yang dapat memotivasi orang lain untuk beramal baik, maka memperkatakan amal baiknya sendiri sebaiknya ditinggalkan

Sekarang bagaimana bila beramal baik atau melakukan ketaatan kepada Allah, dengan motivasi agar rizkinya lancar? Yang seperti ini tidak menggapa. Sebab ia beramal untuk Allah dan memohon juga kepada Allah. Menjadikan amal baik sebagai wasilah/lantaran untuk mendapat rizki adalah hal yang baik. Telah pula diperagakan oleh orang-orang dahulu, mereka memohon supaya dikeluarkan Allah dari kesulitan yang menghimpitnya dengan wasilah amal baik yang mereka lakukan, Allah pun mengabulkan doa-doa mereka. Akan tetapi bagi yang telah menduduki maqom/tempat yang lebih tinggi, amal yang demikian dianggap tidak baik.

Ilustrasi sederhana di bawah ini mudah-mudahan membantu pemahaman terhadap keikhlasan dalam beramal. Ibarat menanam pohon di suatu tempat, tingkat kesuburannya akan lebih tinggi kalau hanya ditanami satu pohon dibandingkan dengan ditanami dua pohon atau lebih. Maksudnya kualitas keikhlasan amal itu akan berpengaruh pada seberapa banyak akan dilipatgandakan pahalanya.