Bismillahirrohmanirrohim....
Para debater Kristen kegirangan dengan adanya postingan FFI yg bilang Al-Qur’an ada 7 versi:
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/ternyata-versi-al-qur-an-ada-yang-berbeda-beda-t499/#p3273
Jawaban:
Pertama-tama biar ga roaming kita bahas dulu apa itu Qira'at.
PENGERTIAN QIRA'AT
Dalam pandangan ulama, Qirâ'at (قراءات) secara etimologis merupakan bentuk jama' dari qirâ'ah (قراءة) yang merupakan bentuk masdar dari qara'a (قرأ) yang berarti membaca.
Adapun secara terminologi, qirâ'at dalam pandangan ulama memiliki beberapa pengertian.
- Qirâ'at berarti salah satu madzhab (aliran) pengucapan Qur'an yang dipilih oleh salah satu imam qurra' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya berdasarkan sanad-sanadnya yang sampai kepada Rasulullah Saw.
- Menurut Imam Zarkasyi (W 794 H) qirâ'at ialah "Perbedaan lafadz-lafadz yang tersirat dalam Al-Qur'an, baik mengenai huruf-hurufnya maupun tentang Kaifiyyah nya dalam hal takhfîf, tatsqîl maupun antara keduanya
- Qirâ'at menurut Az-Zarqôni (W 1367 H) ialah, " madzhab (aliran) pengucapan al-Qur'an yang dipilih oleh salah satu imam qurra' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya, yang sesuai dengan riwayat dan sanadnya, baik perbedaan yang berkenaan dengan pengucapan dalam huruf ataupun dalam kaifiyahnya.
- Menurut Al-Bannâ ad-Dimyâtî, qirâ'at ialah "ilmu untuk mengetahui kesepakatan pembaca atau pembawa al-Qur'an dan perbedaan mereka dalam hal hadzaf, itsbât, tahrîk, taskîn, fasal, wasal dan lain-lain yang berkenaan dengan pengucapan, penggantian dan lainnya dari aspek pendengaran.
Dari pengertian qirâ'at diatas dapat kita simpulkan bahwa text Al-Qur'an telah diturunkan dalam bentuk ucapan lisan, dan dengan mengumumkannya secara lisan pula berarti Nabi Muhammad Saw, Secara otomatis menyediakan teks dan cara pengucapannya pada umatnya, kedua-duanya haram untuk bercerai.
Sejak zaman Rasulullah telah dikenal variasi bacaan Al-Qur'an, yang Nabi sendiri menyatakan hal itu. Namun bukan berarti umat muslim boleh membaca sesuai DIALEK mereka. Variasi bacaan tersebut telah ditetapkan sejak masa Rasulullah yang sudah diakui kebenarannya oleh Rasulullah sendiri.
"… dari Ubay bin Ka'ab mengatakan : Rasulullah bertemu dengan Jibril, maka beliau berkata :
'Wahai Jibril, sesungguhnya saya diutus kepada umat yang buta huruf, diantara mereka ada orang-orang tua dan sudah udzur, anak-anak, wanita, hamba sahaya serta orang-orang yang tidak pernah membaca buku sama sekali" , Jibril berkata : 'Wahai Muhammad sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan atas 7 macam huruf "
Dari hadits diatas dapat diketahui bahwa Rasulullah menerima wahyu melalui malaikat Jibril dalam 7 macam huruf. Tujuh macam huruf ini yang biasa disebut "Qira'at Sab'ah" (tujuh macam bacaan) . Varian bacaan ini diperbolehkan oleh Rasulullah dan hanya terbatas apa yang diajarkannya. Selanjutnya umat Islam tidak boleh berani membaca dengan selain yang diajarkannya. Dan perbedaan cara baca itu pun tidak melahirkan suatu pertentangan makna.
Mengenai bacaan, Al-Qur`an dibaca dengan beberapa model bacaan.
Ibn Mujahid menuturkan dalam kitab as-Sab’ah fil-Qira’at, bahwa Nabi SAW bersabda, “al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf.”Karenanya, bacaan pada masa itu sangat beragam, sampai dirumuskannya tujuh bacaan (al-Qira’at as-Sab’ah) dengan menisbahkan setiap qira’at kepada salah seorang dari tujuh imam yang terkenal sebagai huffadz al-Qur`an pada masa itu, yaitu:
1. Nafi (w. 169 H) di Madinah, dengan rawinya Qalun dan Warsy.
2. Ibn Katsir (w. 120 H) di Makkah, dengan rawinya Qunbul dan Bazzy.
3. Abu ‘Amr (w. 154 H) di Kufah, dengan rawinya Duri dan Susi.
4. Ibn ‘Amir (w. 118 H) di Damaskus, dengan rawinya Hisyam dan Ibn Dzakwan.
5. ‘Ashim (w. 128 H) di Kufah, dengan rawinya Hafsh dan Syu’bah.
6. Hamzah (w. 80 H) di Halwan, dengan rawinya Khalaf dan Khallad.
7. Al-Kisa’i (w. 189 H), dengan rawinya Duri dan Abul-Harits.
Perlu diperhatikan bahwa varian dalam Al-Qur'an sama sekali berbeda dengan kasus berbagai versi injil ke seluruh bahasa di dunia (tidak ada istilah terjemahan injil, yang ada hanyalah Injil bahasa ingris, injil bahasa Indonesia dan seterusnya) ataupun "revisi" pada setiap "percetakan".
Satu hal lagi yang dipertegas bahwa masalah Qira'ah Sa'bah bukan suatu hal yang ditutup-tutupi dalam kajian keilmuan Islam. Bagi anda yang sekolah di madrasah ataupun kuliah di universitas Islam pasti akan mempelajari hal ini di dalam mata kuliah "Ulumul Qur'an". Begitu pun dengan naskah kuno yang dapat anda temukan di beberapa perpustakaan di berbagai belahan dunia. Agaknya hal inilah yang "disajikan" oleh para missionaris kepada para muslim yang belum mengetahuinya agar meragukan keaslian Al-Qur'an saat ini.
Jaminan atas keotentikan Al Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Quran), dan kamilah yang akan menjaganya'''(QS.Al-Hijr 15:9)
Untuk mempercepat pembahasan kita langsung saja fokus pada kodifikasi Al-Qur’an pd jaman Ustman bin Affan, karena pada periode inilah para Kristener menuduh bahwa bahwa 7 versi Mushaf itu itu dihilangkan dan ditinggalkan hanya 1 versi
AL-QURAN PADA JAMAN KHALIFAH USTMAN BIN `AFFAN
Pada masa pemerintahan Ustman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah Islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja (’Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif.
Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab, maka mereka membaca Alqur'an sering bercampur dengan dialeg bahasa mereka. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Quran yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : “wahai ustman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani “.
Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al’Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.
Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Quran ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al-Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.
Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Ustman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Quran selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf.
Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.
Tindakan Ustman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manuai pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
Namun standarisasi pada jaman Ustman tidaklah menafikkan bahwa ada 7 macam Qira’ad yang telah dibenarkan oleh Rasulullah SAW. Sampe sekarang 7 Qira’ad itu masih ada. Hal itu secara tidak langsung mengakibatkan berkembangnya ilmu Al-qur'an (Ulumul Qur'an) saat itu hingga kini. Khalifah Ustman hanya berpesan untuk menggunakan Logat bahasa suku Quraisy (bahasa asalnya) karena Al Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka agar tidak terjadi perpecahan karena perbedaan dialeg antar suku yg nota bene bukan hanya berasal dari Arab dan bisa menimbulkan perpecahan, tidak menghilangkan Qira'ad sama sekali.
KESIMPULAN:
Sangat keliru jika menyimpulkan Qira’at adalah versi Alqur’an yang berbeda, karena pada dasarnya Qira’at hanya perbedaan cara baca/pelafalan, sedangkan tulisan Alqur’an yg dibaca dengan qira’at apapun tetap saja sama.